Langsung ke konten utama

Boy Marjinal Sarjana Hukum yang Menjadi Anak Punk


 

Pertrus Djeke atau yang biasa dipanggil dengan Boy anggota grup band Marjinal yang memainkan instrument Akrodion seorang hukum lulusan Universitas Janabadra, Yogyakarta. Di kampus yang terletak di jalan mataram itu, Boy mengambil program kekhususan hukum perdata. Dia kuliah enam tahun sejak 2001 hingga 2007.

Dikatakan Boy, kuliah di fakultas hukum sebenarnya bukan pilihan hatinya. Ketika duduk dibangku kuliah Boy mulai memendam rasa kesal terhadap prilaku aparat penegak hukum. Kebetulan saat itu, ia bergabung sebagai aktivis mahasiswa di Front Mahasiswa Nasional (FMN).

Sejarah Punk Indonesia tidak bisa dilepaskan dari nama band Marjinal, marjinal sendiri adalah “dedengkot” band punk Indonesia. Berdiri sejak tahun 1997, marjinal sendiri sudah beberapa kali ganti personel.

Tidak lama setelah lulus kuliah, Boy bertemu dan kemudia bergabung di Komunitas Taring Babi. Di komunitas ini yang bermarkaskan di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Boy menemukan kembali semangatnya yang sempat pudar. Komunitas Taring Babia tau band Marjinal ini mereka lebih fokus ke masyarakat menengah kebawah.

Band Marjinal memang sudah terbentuk jauh sebelum Boy lulus, sekitar tahun 1997. Kala itu, band ini masih menggunakan nama AA (Anti Abri) dan AM (Anti Military). Formasi awal band ini adalah Romi Jahat (vokalis), Mike (gitar), bob (bass) dan Steven (drum).

Pada tahun 2001, band Punk ini akhirnya menggunakan nama marjinal. Mike, gitaris yang berubah posisi menjadi vokalis hingga sekarang, terinspirasi dengan perjuangan buruh perempuan Marsinah. Marjinal pun mengeluarkan sebuah lagu berjudul “Marsinah”. Lagu – lagu marjinal sendiri banyak mengandung ktitik – kritik sosial. Misalnya, “Hukum Rimba” yang mengkritik habis – habisan penegak hukum di Indonesia.

Boy mengaku sudah sangat nyaman berkiprah di band Marjinal dan komunitas Taring Babi. Namun, dia masih memendang asa suatu saat bisa memanfaatkan ilmu hukumnya untuk tujuan yang sama dengan dilakukannya sekarang, untuk membela kaum Marjinal.

Editor : Andryan Prasetia

Baca juga : Mengikuti Aturan Pemerintah Sama Dengan Mengurangi Covid - 19 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wawancara pak Prof. Dr. Robert M. Z. Lawang

Rabu, 17 juni 2020, 13:25. Saya melakukan wawancara dengan Pak Prof. Dr. Robert M. Z. Lawang. Beliau adalah selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP Widuri), namun wawancara kita ini melalui sebuah aplikasi Komunikasi WhatsApp dikarnakan suasana yang sekarang ini tidak mendukung yah. Sumber : Profil WhatsApp Penulis : Andryan Prasetia Prof.  Dr. Robert .M.Z Lawang Beliau adalah Guru Besar UI (Universitas Indonesia)   Mengembangkan dan  Mengamalkan Ilmu untuk Pengembangan Masyarakat Desa  Kepakarannya di bidang Sosiologi Modern dibuktikannya dengan berbagai  kegiatan pengabdian masyarakat yang berkaitan dengan bidang tersebut, seperti  sebagai konsultan irigasi untuk Irrigation Service Fee (The World Bank) pada 1989- 1994, sebagai peneliti tentang konflik tanah di Manggarai (dengan Pemda Manggarai)  pada 1995, konsultan demografi (ADB Grant) pada 1997, serta sebagai konsultan untuk  Urban Air Quality (Grant ADB) pada 2006.  Prof. Lawang

Sejarah Tercetusnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1929

Setiap tahun pada tanggal 28 oktober, Indonesia memperingati hari sumpah pemuda. Tercetusnya sebuah sumpah yang diikrarkan para pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Hari ini tepat 92 tahun lalu, berlangsungnya Kongres Pemuda II yang menjadi pemicu lahirnya Sumpah Pemuda. Sumpah pemuda lahir dalam sebuah pertemuan yang disebut sebagai Kongres  Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928 dan sebelumnya terjadi Kongres Pemuda I yang dilaksanakan pada tanggal 30 April sampai 2 Mei 1926. Sumpah Pemuda baru lahir dua tahun kemudian. Pada 1928, Moh Yamin menerbitkan sebuah kumpulan sajak yang baru berjudul Indonesia, Tumpah Darahku. Itu menunjukkan perubahan kesadaran para pemuda. Hasil dari kongres tersebut menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda, Yakni : Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjo

Opini Mahasiswa Tentang Daring

  Selama masa pandemic ini, kita melakukan perkuliahan/meeting pekerjaan dengan daring. Daring dinilai sebagai solusi tepat, sebagian besar universitas dan sekolah menerapkan sistem belajar online atau virtual tanpa tatap muka langsung. Meskipun banyak beberapa keluhan. Daring menurut kamus KKBI Kemendikbud, dari ng adalah akronim ‘dalam jaringan’, terhubung melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya. Guru, dosen, siswa, dan mahasiswa kini melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring, termasuk pada saat pemberian tugas. Berikut wawancara dengan beberapa mahasiswa : Pertanyaan : 1. Apakah sistem daring/belajar online ini mempengaruhi perkuliahan anda? 2. Apakah kampus anda memberikan keringanan? Dan dari biaya yang anda keluarkan   menurut anda worth it atau tidak selama masa pandemic ini? Glen surya David Mahasiwa Universitas Esa Unggul Berpengaruh, soalnya yang biasanya kita kuliah tatap muka di kampus, dapat pengajaranlangsung dari dosen sekarang kita jadi kaya ada se