Berdirinya Candi Borobudur
Candi
Borobudur dibangun pada masa pemerintahan dinasti Syailendra. Berbentuk stupa
ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan
wangsa Syailendra. Sejarah berdirinya Candi Borobudur dibangun pada abad ke –
8. Asal usul candi Borobudur pun masih diliputi
misteri, mengenai siapa pendiri candi Borobudur dan apa tujuan awalnya
membangun candi ini. Banyak cerita dan kisah candi Borobudur beredar yang kini
dikenal sebagai dongeng rakyat setempat.
Candi
Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di kota Magelang,
provinsi Jawa Tengah. Alamat Candi Borobudur lengkapnya ada di Jl.
Badrawati, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi Candi Borobudur berada
sekitar 100 km dari Semarang, 86 km dari Surakarta dan 40 km dari DI Yogyakarta.
Candi Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus
salah satu monumen Buddha terbesar di dunia. Karena kemegahan dan
keagungannya, candi yang dibangun pada abad ke-8 ini sudah ditetapkan oleh
UNESCO sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia (world heritage).
Pembangunan
candi Borobudur memiliki 4 tahap,
Tahap
awal, pembangunan candi Borobudur dilakukan dengan meletakkan fondai dasar
candi. Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti dan diperkirakan
dimulai pada tahun 750 Masehi. Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian
atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas. Borobudur terbuat dari batu
andesit, tapi tidak seluruhnya. Bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup
struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian
bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awal Borobudur dibangun
dengan tingkatan bersusun seperti piramida. Namun susunan tersebut dirubah sebagai
gantinya dibangun 3 undakan pertama yang menutup struktur asli piramida.
Tahap kedua, pembangunan tidak banyak proses pembangunan
dilakukan. Yang ada hanya dilakukan penambahan dua undakan persegi, pagar
langkan dan satu undak melingkar. Di atasnya langsung dibangun sebuah stupa
tunggal yang sangat besar.
Tahap ketiga, pembangunan
terjadi perubahan rancangan bangunan. Undak atas lingkaran dengan stupa tunggal
induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada
pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar berada di bagian
tengahnya. Fondasi candi juga agak diperlebar dan kemudian dibangun kaki
tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga.
Perubahan stupa besar dikarenakan stupa tersebut terlalu besar dan berat
sehingga diganti tiga stupa kecil dan satu stupa induk.
Pada tahap terakhir
pembangunan dilakukan sedikit perubahan kecil dan finishing. Perubahan kecil
yang meliputi penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan
tangga dan pelengkung atas gawang pintu serta pelebaran ujung kaki.
Mitos dan Cerita Rakyat Yang Beredar
Menurut
cerita rakyat disekitar candi Borobudur Pada
masa Sunan Pakubuwono I bertakhta di Kartasura, muncul pemberontakan yang
dipimpin Ki Mas Dana di daerah Enta-Enta. Sunan memerintahkan Bupati Mataram,
Ki Jayawinata, untuk memadamkan pemberontakan itu. Namun, balatentaranya
kewalahan dan mundur ke Kartasura. Jayawinata melaporkan peristiwa itu kepada
sunan. Sunan kembali mengutus orang kepercayaannya. Kali ini Bupati
Kartasura, Pangeran Pringgalaya, yang diperintahkan untuk mengurus
pemberontakan itu.
Kisah
itu diceritakan dalam Babad Tanah Jawi yang ditulis pada abad ke-18. Di sana nama Borobudur disebut
sebagai tempat pelarian. Filolog dan sejarawan seni asal Belanda, J.L.A
Brandes, sebagaimana dikutip J.F. Scheltema dalam Monumental Java, meyakini Bukit
Borobudur adalah Candi Borobudur yang ada di Magelang, Jawa Tengah. Karena tak
ada lokasi lain yang punya nama semirip itu. Ini menjadi menarik karena kisah
tentang Borobudur telah banyak berubah sejak masa keemasannya kala Dinasti
Sailendra berkuasa. Awalnya, candi ini dibangun untuk beribadah umat
Buddha. Bahkan sampai sekarang, 12 abad setelah masa pembangunan candi,
Borobudur masih dianggap sebagai candi Buddha Mahayana terbesar di dunia.
Ada
beberapa asumsi mengenai nasib Candi Borobudur setelah pemerintahan Kerajaan
Mataram Kuno (Medang) yang menaungi pembangunannya, tak lagi melanjutkan pusat
kekuasaannya di wilayah yang kini disebut Jawa Tengah. Sejak abad ke-10,
rajanya, Mpu Sindok, memindahkan kerajaannya ke wilayah Jawa Timur sekarang.
Ada beberapa pendapat soal alasan kepindahannya.
Arkeolog
Soekmono dalam Chandi Borobudur menyebutkan bahwa sangat mungkin Candi Borobudur ditinggalkan
ketika pusat pemerintahan itu berpindah. Walaupun itu tak pernah benar-benar
hilang dari memori masyarakatnya.
“Kalau memang begitu,
Candi Borobudur sudah ditinggalkan oleh penganutnya beberapa abad sebelum
candi-candi di Jawa Timur,” katanya.
Kendati pusat
pemerintahan Jawa Tengah meredup setelah tahun 928, Borobudur tak sepenuhnya
terabaikan. Buktinya keramik dan koin Tiongkok dari abad ke-11 dan ke-15
ditemukan di sana.
Pun Kakawin Nagarakrtagama atau Desawarnana dari masa
Majapahit menyebut para peziarah masih terus mengunjungi monumen itu. Meski
memang kondisi bangunannya sudah tak terjaga dengan baik.
Dalam
karya Mpu Prapanca itu disebutkan salah satu bangunan suci Buddha bernama
Budur. Sementara dalam tulisan Thomas Stamford Raffels, History of Java, disebutkan Candi Borobudur terdapat di Distrik Budur.
“Demikianlah kasugatan kabajradharan (bangunan suci Buddha Bajradhara) adalah sebagai berikut…
yang lainnya yaitu Budur, Wirun, Wungkulur, dan Mananggung, Watukura, Bajrasana,
dan Pajambayan, Samalanten, Simapura, Tambak Laleyan, Pilanggu, Poh Aji,
Wangkali, dan Beru, Lembah, Dalinan, Pangadwan, adalah daerah perdikan pertama
yang ditetapkan,” catat Mpu Prapanca.
Seperti
disebutkan Soekmono, perubahan kepercayaan tentu saja mengarah ke perubahan
sikap masyarakat terhadap candi. Akibatnya, yang berkembang adalah takhayul di
seputar reruntuhan candi yang tak jelas asal usulnya bagi penduduk. Alih-alih
sebuah monumen Buddha, candi itu menjadi bukit yang strategis, tempat pemberontak
melarikan diri, sebagaimana dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi.
Kronik Jawa lainnya
bahkan menganggap Candi Borobudur sebagai tempat yang angker. Babad Mataram mengisahkan Pangeran
Mancanagara, putra mahkota Kesultanan Yogyakarta, mengunjungi Borobudur untuk
membuktikan bahwa orang yang mendatangi seribu arca akan mati. Ia lalu
mendatangi kesatria yang terpenjara di dalam sangkar, yang ada di dalam
bangunan itu. Kesatria yang terpenjara itu kemudian ditafsirkan sebagai arca
Buddha di dalam stupa berterawang yang ada di Candi Borobudur.
Keberadaan
Borobudur baru terungkap lagi setelah seorang Tionghoa, Tan Jin Sing melaporkan
keberadaannya kepada Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles pada
1812. Seperti dikisahkan T.S. Werdoyo, salah seorang keturunan Tan Jin Sing,
dalam biografi Tan Jin Sing: Dari Kapiten Cina sampai Bupati Yogyakarta, Tan Jin Sing
diminta Raffles untuk mendatangi candi yang katanya terletak di dekat Muntilan
itu.
Saat
sampai, bangunan candi terlihat menyedihkan. Paimin, warga desa yang diajak Tan
Jin Sing sebagai penunjuk jalan mesti membabat semak belukar di sekeliling
candi dengan parang. Tubuh candi pun ditumbuhi tanaman. Bagian bawahnya
terkubur dalam tanah, sehingga candi itu seolah-olah berada di atas bukit.
Pada
1850-an, hanya empat dekade setelah Borobudur disibak dari semak belukar, orang
Jawa sekali lagi melakukan ritual di tempat itu. Menurut John Miksic dalam Borobudur: Golden Tales of the Buddhas, mereka membakar dupa dan membawa persembahan bunga ke
hadapan arca Buddha di teras atas dan ke depan arca Buddha yang belum
selesai dibuat. Mereka memulas patung-patung itu dengan bubuk beras yang secara
tradisional dipakai oleh para wanita muda untuk mendandani diri mereka.
Mitos
tentang arca di dalam sangkar yang membawa sial, pada masa ini justru sebaliknya.
Ada keyakinan kalau salah satu arca di stupa berlubang di teras atas justru
membawa keberuntungan bagi siapapun yang bisa menyentuhnya. Masyarakat
menyebutnya dengan nama Kakek Bima, tokoh dalam kisah Pandawa lima dalam epos
Hindu, Mahabarata.
“Wanita tanpa anak
khususnya mengulurkan jari mereka ke arahnya, percaya bahwa dengan melakukan
itu mereka telah memuaskan Kakek Bima,” menurut kepecayaan Masyarakat.
ada beberapa mitos yang berkembang di masyarakat dari Candi borobudur ini. Kunto Bimo adalah patung Buddha dalam posisi 'Dharmachakra' yang berada di dalam stupa dengan penutup belah ketupat. mitosnya prilaku menyentuh stupa yang berada bagian dalam stupa ini dianggap sebagai pemberi harapan atau pengabul impian.
Mitos Singa Urung. Mitos ini berkembang cukup menyeramkan, jika anda memegang arca hewan harimau yang berada sebelah kiri dan kanan tangga masuk candi ini anda bakal tertimpa sial. Alasannya adalah dari makna arca itu sendiri yang merupakan 'harimau gagal'. Jadi siapa saja yang memegang arca ini, maka kehidupannya tidak akan beruntung seperti nasib si harimau.
belum berhenti disana Candi Borobudur berlanjut ke pencipta keseluruhan candi yang super megah ini adalah Gunadharma. Terkait Gunadharma, ada mitos yang menjelaskan bahwa Gunadharma sesuai mendesain Candi Borobudur ini, dia menjelma menjadi gunung Menoreh yang berada di dekat candi. jika dilihat dari kejauhan, gunung tersebut memang menyerupai tubuh manusia yang sedang berbaring dan menatap Candi Borobudur. keyakinan ini yang kemudian dipercaya masyarakat sekitar.
Mitos lainnya adalah mengenai pemanfaatan candi sebagai jam raksasa pada masanya. Hal ini didukung adanya dengan ukiran relief yang menggambarkan bulan, bintang, dan matahari. Jika ditelusuri lebih mendalam, candi ini ternyata sangat simetris dan mengikuti arah gerakan matahari dari timur ke barat. Kepercayaan tersebut semakin kuat dengan adanya stupa utama dibagian tengah yang berfungsi sebagai jarum jam dan stupa kecil sekelilingnya sebagai penanda.
Candi
Borobudur akhirnya mulai serius diurus ketika pemerintah kolonial Belanda
membentuk Borobudur Comissie. Anggotanya J.L.A Brandes, Van de Kamer (insinyur
konstruksi dari Departemen Pekerjaan Umum), dan Theodore van Erp (insinyur
perwira militer). Mereka bertugas menyelamatkan dan melestarikan Borobudur.
Van Erp memimpin pemugaran Candi Borobudur pada 1907-1911. Pemugaran berikutnya dilakukan pemerintah Indonesia dengan bantuan UNESCO pada 1973-1983. Hasilnya, kini Candi Borobudur berdiri dengan megah, disaksikan masyarakat dari seluruh dunia. Keangkerannya pun berangsur menghilang.
Situasi terkini pasca pandemi, candi borobudur sudah dibuka kembali untuk wisatawan sejak juni 2020 kemarin.
Pembukaan ini dilakukan setelah penutupan kawasan candi kurang lebih selama 3 bulan terkait pandemi.
Pembukan kembali Candi Borobudur ini akan memperhatikan himbauan pemerintah pusat dengan menerapkan protokol Covid-19.
Baca Juga: Selamat Hari Pahlawan, Apasi arti Pahlawan Menurut Kalian?
Komentar
Posting Komentar