Sumber : Google.com Penulis : Andryan Prasetia |
JAKARTA - Sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko Domono menghembuskan napas terakhirnya pada umur 80 tahun di Rumah Sakit Eka Hospital DBS Tangerang, pada Minggu 19/07/2020 pukul 09.17 WIB.
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono merupakan seorang pujangga kenamaan berkebangsaan Indonesia. Biasanya, beliau kerap disapa atau dipanggil dengan singkatan namanya, yaitu SDD.
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono merupakan seorang pujangga kenamaan berkebangsaan Indonesia. Biasanya, beliau kerap disapa atau dipanggil dengan singkatan namanya, yaitu SDD.
Meninggalnya Sastrawan kebanggaan Indonesia itu meninggalkan duka mendalam bagi para penikmat karya - karyanya.
Beliau dikenal melalui berbagai puisi mengenai hal - hal sederhana tetapi penuh dengan makna kehidupan.
Hal itu yang membuat karyanya populer di kalangan Sastrawan maupun khalayak umum.
Hal itu yang membuat karyanya populer di kalangan Sastrawan maupun khalayak umum.
Dalam puisinya, ia seringkali menggunakan nuansa alam untuk menghidupkan kata demi kata. Hujan, alam, daun, bunga, pagi, dan malam tak lepas dari perhatiannya sebagai inspirasi.
Karya - karya puisi nya tersebut yang sangat populer adalah sebagai berikut.
1. AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
1989
2. HATIKU SELEMBAR DAUN
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi.
3. HUJAN BULAN JUNI
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
4. YANG FANA ADALAH WAKTU
Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
1978
5. PADA SUATU HATI NANTI
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.
6. KU HENTIKAN HUJAN
Kuhentikan hujan
Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan
Ada yang berdenyut dalam diriku
Menembus tanah basah
Dendam yang dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga
7. HANYA
Hanya suara burung yang kau dengar
dan tak pernah kaulihat burung itu
tapi tahu burung itu ada di sana
Hanya desir angin yang kaurasa
dan tak pernah kaulihat angin itu
tapi percaya angin itu di sekitarmu
Hanya doaku yang bergetar malam ini
dan tak pernah kaulihat siapa aku
tapi yakin aku ada dalam dirimu
8. MENJENGUK WAJAH DI KOLAM
Jangan kau ulang lagi
menjenguk
wajah yang merasa
sia-sia, yang putih
yang pasi
itu.
Jangan sekali-
kali membayangkan
Wajahmu sebagai
rembulan.
Ingat,
jangan sekali-
kali. Jangan.
Baik, Tuan.
9. SAJAK KECIL TENTANG CINTA
Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintai-Mu harus menjelma aku
10. SAJAK TAFSIR
Kau bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu.
Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin.
Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah,
tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku
ke dalam bahasa abu.
Tolong tafsirkan aku
sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam.
Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu.
Tolong ciptakan makna bagiku,
apa saja — aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.
Selamat jalan Sastrawan Kebanggaan Indonesia, karya - karya mu akan selalu abadi.
Baca juga : Persoalan Tarif Repid Test atau Test Cepat
Baca juga : Persoalan Tarif Repid Test atau Test Cepat
Semangat terus ya mas
BalasHapus